Nonton 3D tanpa Kacamata

Tampilan kardus ponsel Pixcom PG 35 ini berbeda dengan kebanyakan kardus ponsel merek lokal buatan Tiongkok. Gambar ponsel terlihat berbayang-bayang, mengingatkan penulis dengan penggaris tiga dimensi yang dimiliki saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Tercetak tulisan “3D Naked Eye Vision” dengan ukuran yang cukup besar. Kalimat itu seakan ingin menegaskan bahwa pengguna ponsel tersebut bisa menikmati sensasi 3D tanpa perlu memakai kacamata.

Kardus dibuka, lalu ponsel dikeluarkan. Tampilan fisiknya langsung mengingatkan penulis dengan HTC Radar dan Nokia C2-03. Ia dibekali layar sentuh resistif yang cukup peka terhadap sentuhan, namun akurasinya kurang bagus. Ketidaknyamanan itu berhasil diatasi setelah penulis melakukan kalibrasi layar.

Sanggup menyajikan tampilan 3D yang bisa dinikmati dengan mata telanjang sebenarnya merupakan nilai jual utama yang hendak diusung PG 35. Tetapi, usai menguji pakai ponsel dual on GSM-GSM itu, penulis menyimpulkan fitur 3D justru menjadi sisi minus utama ponsel tersebut.

Mengapa? Sebab, tayangan video maupun gambar 3D di PG 35 kurang nyaman dipandang mata. Kesan dipaksa menjadi 3D pun berkali-kali menyeruak. Ketidakmampuan layar berotasi otomatis (auto rotate) menyesuaikan diri dengan posisi ponsel menambah sisi minus ponsel itu. Singkatnya, calon konsumen yang berencana membeli PG 35 karena ingin menikmati sensasi 3D lebih baik membatalkan niatnya.

PG 35 lebih cocok dipinang oleh seseorang yang mendambakan ponsel dual on GSM-GSM berlayar sentuh plus memiliki kemampuan menyaring SMS. Ya, ponsel itu memiliki SMS black list yang cukup komplet. Pengguna dapat menghadang SMS berdasarkan nomor ponsel maupun kata kunci.

Penyaringan SMS dengan merujuk ke nomor ponsel akan otomatis menendang semua SMS masuk dari nomor yang termasuk dalam daftar hitam. Pengirim tetap mendapatkan notifikasi delivered. Padahal, SMS yang dikirimkan sebenarnya tidak muncul di layar PG 35. Untuk penyaringan ini, pengguna boleh menyimpan nomor ponsel dengan format penulisan diawali angka nol maupun kode negara. Ponsel akan menganggap nomor berawalan 081 sama dengan +6281.

Sementara itu, bila penyaringan SMS mengacu pada kata kunci, ponsel hanya menghadang SMS masuk yang memiliki kesesuaian penulisan 100 persen dengan kata kunci. Kata “monyet” dan “Monyet”, misalnya, oleh PG 35 akan dianggap berbeda. Sebab, kata kedua diawali dengan huruf kapital alias huruf besar. Pengguna diperbolehkan menyimpan sampai 20 kata kunci.

Buku telepon 2.000 nama multiple entry, kamera dua megapiksel tanpa autofocus maupun lampu kilat, perekam video, dan perekam suara adalah sebagian fitur lain PG 35. Ponsel yang dibanderol Rp 499 ribu itu juga dilengkapi bluetooth, GPRS, MMS, dan radio FM. Untuk mendengarkan siaran radio FM, pengguna harus menancapkan handsfree berkabel. Ketika ada siaran yang dianggap menarik pengguna dengan mudah dapat merekamnya.

Berbagai permainan telah ditanamkan ke ponsel yang memiliki memori internal 66,72 MB dan slot microSD itu. Sebagian di antaranya jelas-jelas menjiplak permainan populer di peranti Android. Misalnya, Crazy Birds yang merupakan kembaran Angry Birds. Ada pula Fruit Ninja dan Talking Tom.

Tingkat keasyikan bermain di PG 35 tak layak diberi pujian. Tingkah kucing Talking Tom di ponsel bersistem operasi khas ala ponsel murah meriah buatan Tiongkok itu amat berbeda dengan di peranti Android. Tanpa disentuh pun si kucing bisa bergoyang-goyang sendiri. Gerakannya sama dengan kucing Talking Tom di Android saat usai dibelai. Bila kepala kucing dipukul, bukannya pusing lalu pingsan sesaat, si kucing malahan menguap tanda mengantuk.

Sekadar intermezzo, berbincang soal keanehan, penulis tak sengaja menemukan satu kondisi yang menggelitik. Tipe ponsel yang tercetak di kardus adalah PG 35. Namun, yang tertera di menu device information ponsel PG3D. Sementara itu, yang tercetak di baterai ponsel lain lagi. Di sana tertulis PG 32. Aneh tapi nyata.

7 thoughts on “Nonton 3D tanpa Kacamata”

  1. Pak HSW lebih valid mana membandingkan ponsel dari perbandingan spesifikasi semakin tinggi spesifikasinya semakin bagus atau dari nilai benchmark?

  2. Pak Amin,

    Kalau saya biasanya sebatas menggunakan informasi spesifikasi dan benchmark sebagai bagian dari informasi. Kinerja nyata dan kenyamanan pemakaian yang lebih utama.

    Saya katakan demikian karena untuk pemakaian sehari-hari, ponsel dual core belum tentu kalah dengan yang quad core. Ponsel dengan kamera 5 megapiksel belum tentu lebih jelek daripada ponsel berkamera 8 megapiksel.

  3. mengenai merk pixcom sendiri, kira-kira bagus pak? kalau disejajarkan, sejajar dengan apa, nexian, cross, advan, lenovo, apple? :p

  4. Bu Melisa,

    Yang pasti Pixcom nggak bisa disejajarkan dengan Lenovo, apalagi Apple deh. 🙂

    Jujur, umpama harus beli untuk pemakaian pribadi, merek seperti Pixcom dan Cross termasuk yang takkan saya lirik. Kalau Nexian, untuk tipe tertentu, masih bisa saya pertimbangkan.

  5. waw, sepintas mirip c2-03, mas herry bisa review Android Stik gak, di makassar lagi ada pameran android dari telkomsel cuman sayang yg saya cari gak ada padahal mau rasain langsung Android Stik rasa ice cream.

  6. Pak Rifqi,

    Benar, sepintas mirip Nokia C2-03. Namun, sebenarnya lebih mirip lagi dengan HTC Radar.

    Android Stik? Maksudnya peranti seperti USB flash disk yang ditancapkan ke TV, lalu bisa ber-Android ya, Pak? Saya belum pernah mencobaya.

Comments are closed.